Pemain Timnas Wanita Indonesia, Zaira Kusuma Doorstop, baru-baru ini berbagi pengalaman mengenai perbedaan antara sepak bola di Indonesia dan Jepang. Zaira yang ikut serta dalam turnamen antaruniversitas di Jepang, yaitu 25th University Women’s Soccer Regional Competition 2025 pada Februari lalu, mengungkapkan sejumlah perbedaan yang ditemui selama mengikuti ajang tersebut.

Timnas Wanita Indonesia U-20 berkompetisi di turnamen tersebut pada akhir Februari, dengan total enam pertandingan yang dihadapi, di antaranya melawan tim-tim seperti Kanto B Selection, Tokai Selection, Kanto C Selection, Kyushu Selection, Shikoku Selection, dan Taiwan Women Sports University. Keikutsertaan mereka di Jepang merupakan kelanjutan dari training camp (TC) yang sebelumnya diadakan di Arab Saudi.

Zaira Kusuma, yang kini berusia 18 tahun, mengungkapkan bahwa pengalaman bermain di Jepang memberikan wawasan baru dalam hal perbedaan sepak bola di kedua negara. Ia menyoroti beberapa aspek penting seperti jam terbang, fasilitas, serta pelatihan yang berbeda antara sepak bola wanita Indonesia dan Jepang.

“Perbedaan itu sangat terasa, terutama dalam hal jam terbang. Di Jepang, kami dapat pengalaman bermain yang jauh lebih banyak, yang membuat kami lebih siap saat berhadapan dengan tim-tim internasional. Tanpa liga yang rutin, jam terbang kami di Indonesia tentu akan terbatas,” jelas Zaira pada wartawan yang hadir di Garuda Store, Sabtu (19/4) pagi WIB.

Ia juga menambahkan, faktor fasilitas dan kualitas pelatih menjadi pembeda yang signifikan. Zaira merasa bahwa di Indonesia, sepak bola wanita masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal pelatihan yang seimbang antara pria dan wanita.

“Fasilitas dan pelatihan masih kurang seimbang di Indonesia. Dalam pelatihan sepak bola perempuan, emosional kami memang lebih dalam, dan itu mempengaruhi cara kami bermain. Kami membutuhkan pelatih yang benar-benar memahami psikologi perempuan agar bisa memaksimalkan performa kami di lapangan,” tuturnya.

Menurut Zaira, pengembangan sepak bola wanita di Indonesia masih membutuhkan perhatian lebih, khususnya dalam hal peningkatan kualitas pelatihan dan pemberian kesempatan yang setara dengan tim pria.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *